Lanjutan Pengusutan Kejaksaan Agung Dipertanyakan

Megapolitan

wantaranews.com – Jakarta

Meski Presiden RI telah menyatakan agar mengusut tuntas para mafia tanah, namun faktanya kasus yang sudah pernah ditangani oleh Tim Penyidik Kejaksaan Agung terkait penjualan tanah milik negara oleh oknum petinggi PT Adhi Karya dan PT Adhi Persada Property kepada Hiu Kok Ming, hingga kini belum jelas statusnya.

Seiring dengan hal itu menurut Ketua Umum Masyarakat Peduli Hukum dan Pemerintahan (MAPHP), John Wilson Sijabat, S.H menyatakan bahwa kinerja dan keseriusan oknum aparat hukum negara di Kejaksaan Agung RI terkait lanjutan pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengalihan (penjualan) aset Negara berupa lahan (tanah) oleh oknum petinggi PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, kepada Hiu Kok Ming, di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berstatus sebagai penyertaan modal negara (PMN) ke dalam modal saham perusahaan perseroan (Persero) PT. Adhi Karya patut dipertanyakan.

Karena hingga kini kelanjutan kasus pengusutannya belum jelas, ujar aktivis peduli hukum dan pemerintahan itu kepada WANTARA saat dimintakan komentarnya, di kantornya di Bekasi, Jumat (24/9/2021).

Menurut John W, keseriusan, kejujuran berikut transparansi sangat diharapkan dari pihak Kejagung RI atas pengusutan kasus ini, mengapa hingga kini belum berlanjut. Karenanya, langkah pengawasan bahkan pemeriksaan terhadap jaksa yang menangani kasus ini perlu dilakukan baik oleh internal Kejaksaan Agung, juga oleh pihak lembaga negara lainnya, seperti DPR RI.

Ditambahkan Jhon W, terkait penjualan aset negara ini, pihak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Deputi Bidang Hak Tanah, Pendaftaran Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam suratnya Nomor : 4639/14.22-300/XII/2014 tertanda tangan Gede Ariyuda, S.H, pada tanggal 17 Desember 2014 ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat, dengan perihal : Permohonan Hak Guna Bangunan atas nama Hiu Kok Ming, seluas 47.945 m2, terletak di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa pengalihan aktiva (tanah) dari PT. Adhi Karya kepada Hiu Kok Ming terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari Menteri BUMN. Namun hal itu tidak dilakukan oleh pihak PT. Adhi Karya, dalam pengalihan atau penjualan tanah tersebut.
Sementara surat PT. Adhi Karya nomor 017-0/061 kepada Hiu Kok Ming tertanggal, 2 Maret 2015 ditandatangani oleh Direksi PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, Giri Sudaryono dan Supardi menyebutkan, tanah tersebut bukan merupakan aktiva tetap (fixed asset) melainkan dicatat sebagai persediaan tanah mentah pada aktiva lancar, sehingga penjualannya tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Komisaris maupun dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Menanggapi hal tersebut Ketum MAPHP, John W mengatakan, surat yang diterbitkan Kementerian Agraria dengan surat Direksi PT. Adhi Karya, sangat kontradiksi, berberbeda makna, tidak selaras dan bertentangan. “Hal ini patut dipertanyakan dan dapat dijadikan sebagai tambahan bukti pada pengusutan yang dilakukan Kejagung,” tegas John.

Notaris Priyatno

Pengalihan aktiva atau penjualan tanah negara ini menarik perhatian sejumlah kalangan masyarakat, karena pihak PT. Adhi Karya menjualnya kepada Hiu Kok Ming hanya seharga Rp. 15.868.050.000,- (Lima belas miliar delapan ratus enam puluh delapan juta lima puluh rupiah) sebagaimana tercatat dalam Akta : Pengalihan dan Pengoperan Hak Atas Tanah pada Notaris Kristono, S.H., M.Kn tanggal 14 Desember 2012.

Namun pada 1 Nopember 2012 Hiu Kok Ming sebagaimana tercatat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan Widjijono Nurhadi, Direktur PT. Mutiara Langgeng Bersama (tertuang dalam Akta Notaris Priyatno, SH., M.Kn) telah menjalin kesepakatan penjualan tanah tersebut dengan harga Rp.1.550.000,- per M2.

Bahkan sebelumnya tepatnya pada 2 Oktober 2012 Hiu Kok Ming telah menerima uang Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari Widjijono Nurhadi/pihak PT. Mutiara Langgeng Bersama. Selisih jumlah pembelian dengan penjualan yang dilakukan Hiu Kok Ming sangat signifikan dengan rincian : Hiu Kok Ming membeli Rp.15 miliar lebih dan dapat menjual Rp.77,5 miliar. Akan tetapi Hiu Kok Ming sebagaimana dikatakan sumber belum menerima seluruh uang penjualan lahan tersebut karena terbentur dengan pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan.

PPJB antara Hiu Kok Ming dengan Widjijono Nurhadi dari PT. Mutiara Langgeng Bersama telah ada pada 1 Nopember 2012. Sementara Pengalihan dan Pengoperan Hak Atas Tanah oleh PT. Adhi Karya kepada Hiu Kok Ming baru dilakukan pada 14 Desember 2014. Hal ini kata John Wilson bagian dari bukti bahwa ada sesuatu hal yang tidak benar dalam penjualan itu dan sudah terekayasa alias berupa persekongkolan.

Menurut John W, jika dianalisa harga beli Hiu Kok Ming dari PT. Adhi Karya Rp. 15.868.050.000,- kemudian Hiu Kok Ming dapat menjualnya ke pihak PT. Mutiara Langgeng Bersama Rp.77.500.000.000,- betapa signifikannya keuntungan yang diperoleh Hiu Kok Ming dari tanah negara berstatus PMB tersebut.

Kementerian Keuangan RI

Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI, Jakarta, menjawab konfirmasi Ramly Manurung (Pimpinan Redaksi Koran WANTARA) melalui e-mail mengatakan, kasus pengalihan aset negara ini sampai saat ini masih dalam pemeriksaan Kejaksaan Agung RI.

Pihak Kemenkeu dalam surat elktronik tersebut juga menyampaikan bahwa penjualan aset negara berupa tanah oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) hanya dapat dilakukan melalui mekanisme persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Kementerian BUMN disebutkan bertindak sebagai pemegang saham mewakili pemerintah.

Pihak Kejaksaan Agung (Kajagung) RI, hingga berita ini diturunkan belum menjawab surat konfirmasi yang dilayangkan redaksi WANTARA. (bersambung/Ramly Manurung).

Facebook Comments Box

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *